dimuat di Radar Banten, 22 Juli 2009 |
Indonesia
kembali menjadi buah bibir Dunia. Kali ini bukan sebagai negara paling
demokratis ketiga di dunia, tetapi karena ledakan dua bom berkekuatan tinggi (high explosive) meledak berurutan di
Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton Jumat (17/7). Ledakan bom pertama setelah lima
tahun ini setidaknya menewaskan sembilan orang dan puluhan lain luka-luka.
Bom Marriot 2009 (sumber: detik.com) |
Selain
akrab dengan bencana, Negeri ini lekat dengan terorisme. Selama sembilan tahun
terakhir tercatat 26 kali ledakan bom yang tersebar di Tanah Air. Ini kali
kedua ledakan bom di JW Marriot setelah ledakan pertama 5 Agustus 2003 yang
menewaskan empat belas orang. Negeri yang luas dan terbuka, pengamanan yang
lembek, dan rakyat miskin dengan mentalitas kompromistis adalah syarat bagi
penyemaian benih terorisme. Ditambah lagi dengan sistem kependudukan yang
amburadul dan data pengguna ponsel yang berantakan membuat nyaman aktivitas
terorisme di Tanah Air.
Rangkaian
aksi teror di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari jaringan terorisme
internasional. Pada era Perang Dingin, kepentingan Amerika Serikat dan
mujahidin bertemu di Afghanistan dalam “universitas jihad” Afghanistan melawan
musuh yang sama (common enemy), yakni
Uni Soviet. Uni Soviet dalam perspektif AS dipandang sebagai negara komunis (communist state), sementara bagi mujahidin
dipandang sebagai negara atheis (atheist
state). Akan tetapi, pasca-Perang Dingin, “universitas jihad” hancur lebur
dan banyak anggota jaringan—yang sebagian berasal dari Indonesia—balik kandang.
Teroris dari negara tetangga Malaysia seperti Azahari dan Noerdin M. Top yang
ahli bom juga masuk ke Indonesia karena merasa lebih nyaman.
Taliban di Afghanistan (sumber: indianmuslimobserver.com) |
Melihat
modus operandi peledakan JW Marriot
dan Ritz Carlton sebagai dua simbol identitas Amerika Serikat sangat mirip
dengan aksi jaringan Azahari dan Nurdin M. Top maka dapat ditafsirkan aksi
terorisme ini merupakan bagian dari perang global terorisme melawan Washington.
Akan tetapi bagi Indonesia, bom yang meledak di Tanah Air, tidak peduli dimana lokasi
peledakan adalah guncangan terhadap kredibilitas pemerintah dan bangsa ini.
Sejatinya,
serangan terorisme terhadap satu negara berarti juga menyerang seluruh negara
di dunia. Bukan hanya serangan bagi Jakarta atau Indonesia, tetapi juga
serangan bagi manusia dan seluruh penduduk dunia. Penumpasan jaringan terorisme
internasional hingga akar-akarnya tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja,
tetapi sangat membutuhkan kerjasama dan solidaritas komunitas internasional.
Komentar
dan kutukan mengalir dari berbagai tokoh dalam dan luar negeri. Presiden RI
mengutuk keras aksi terorisme, kemudian dengan cepat mengaitkan aksi terorisme
ini dengan pemilihan presiden, rencana revolusi, dan “Iranisasi” Indonesia. Apakah
motif terorisme ini adalah politik domestik atau politik internasional, biarkan
penyidik yang mengungkapnya.
Manchester United
Selain
penyerangan terhadap simbol AS, peledakan bom di dua hotel berkaitan erat
dengan kedatangan tim sepak bola Manchester United (MU) yang dijadwalkan akan
bertanding dengan tim nasional Indonesia pada Senin (20/7). Ritz Carlton direncanakan
tempat menginap rombongan MU selama empat hari di Tanah Air. Sementara JW
Marriot merupakan tempat menginap tim nasional Indonesia. Bahkan saat kejadian,
tim nasional sedang berlatih di Gelora Bung Karno. Hanya sehari sebelumnya “tim
setan merah” membatalkan kedatangannya ke Tanah Air mengakibatkan kekecewaan
luar biasa dari penyelenggara, penggemar yang sudah lama menanti, dan membeli
tiket hingga puluhan juga rupiah. Kerugian dari pihak penyelenggara
diperkirakan mencapai Rp 30 Miliar.
Asia Tour 2009 Manchester United |
Mengingat
terorisme adalah serangan bagi seluruh manusia di dunia, menurut penulis,
Manchester United dapat menuati simpati dan menunjukan solidaritas kemanusiaan
dengan tetap datang dan bertanding di Tanah Air. Aksi terorisme mungkin terjadi
di mana saja dan kapan saja di seluruh dunia. Sejarah mencatat, negara sebesar
Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis tidak luput dari aksi terorisme ini.
Semua
orang mengutuk dan menyesalkan aksi teror kembali mengguncang Indonesia. Yang
perlu diingat, kemanusiaan yang diciderai dan korban yang berjatuhan akibat
aksi terorisme lebih mengkhawatirkan dibandingkan kebatalan kedatangan MU yang
hanya efek samping. Ada efek-efek lain yang lebih mengkhawatirkan seperti
stabilitas keamanan, citra Indonesia di mata dunia, hilangnya kepercayaan
investor asing, anjloknya indeks harga saham, dan guncangan lain di berbagai
aspek kehidupan.
Dampak bagi Banten
Warga
Banten tidak asing dengan terorisme karena tokoh peledakan Bom Bali I berasal
dari Kota Serang dan ditangkap di Pelabuhan Merak. Apakah pelaku peledakan Bom
Kuningan ini juga berasal dari jaringan yang berkaitan dengan warga Banten?
Kita belum tahu. Namun pengamanan dan kewaspadaan wajib ditingkatkan di Banten
mengingat Propinsi Banten merupakan daerah penyangga (buffer area) dan akses menuju ibukota melalui tol Merak-Jakarta
dan pelabuhan Merak. Terdapat kemungkinan pelaku melarikan diri ke Sumatera,
mengingat tahun lalu sebuah jaringan teroris dibekuk di Palembang. Selain itu,
kewaspadaan masyarakat juga perlu terlibat aktif dan konstruktif dalam upaya
pengamanan di lingkungannya. Teroris mendapat ladang penyemaian benih di
Indonesia karena masyarakat tidak menganggap mereka berbahaya dan tidak
dilaporkan ke petugas.
Akhirnya,
aksi dan jaringan terorisme internasional adalah ancaman bagi kemanusiaan dan
komunitas seluruh dunia, bukan hanya satu negara. Barang siapa yang seorang
manusia seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya (QS. Al Maidah: 32). Maka
dari itu, pendiri bangsa merumuskan “ikut melaksanakan ketertiban dunia”
sebagai salah satu tujuan pendirian negara. Memang, nasionalisme tidak lengkap
tanpa internasionalisme.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar