Rabu, 16 Januari 2013

Pilkada di Banten yang Berintegritas

Tahun 2013 akan menjadi tahun politik. Meskipun kalender belum berganti bulan, pemanasan politik sudah dimulai dengan pengundian nomor parpol peserta pemilu 2014 dan kawin-mawin parpol di musim hujan ini. Bukan hanya persiapan menjelang pemilu 2014, sebanyak 125 pemilihan kepala daerah (pilkada) akan digelar tahun ini, terdiri 14 pemilihan gubernur (pilgub) dan 111 pemilihan bupati/walikota. Pilkada tahun ini di Banten direncanakan akan digelar di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Lebak, dan Kota Serang.
Beberapa pihak berpendapat bahwa ratusan pemilukada tahun ini merupakan ladang pengumpulan amunisi, pemanasan, dan pemetaan politik menuju pemilu 2014. Pendapat lain mengatakan bahwa ratusan pemilukada tahun ini akan berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) lebih banyak dari tahun sebelumnya. Pada 2012 saja, dari 77 daerah yang melaksanakan pemilukada, 59 daerah (76,62%) pemilukada disengketakan ke MK (2/1/2013).
Akan tetapi, terlepas dari bagaimana parpol mendefinisikan ratusan pemilukada tahun ini dan kemungkinan gugatan yang akan ditangani MK, pemilu sejatinya merupakan pintu gerbang menuju demokrasi yang lebih matang dan bermartabat dimana aspirasi rakyat seharusnya dapat disalurkan dengan tepat. Sebagai jantung demokrasi, pemilu juga dipercaya dapat menjadi katalis untuk tata kelola pemerintahan yang lebih baik, keamanan yang lebih terjamin, dan pembangunan manusia yang lebih bermartabat (Annan, 2012).
Lebih jauh lagi, selama dua puluh tahun terakhir, lebih dari lima puluh negara telah mengembangkan demokrasi tengah berjuang untuk mengkonsolidasikan pemerintahan yang demokratis. Sejak tahun 2000, tercatat setidaknya sebelas negara di dunia telah mengadakan pemilu nasional. Praktik tersebut menunjukkan bahwa pemilu dapat meningkatkan demokrasi; pembangunan, hak asasi manusia, dan keamanan, atau justru malah semakin memperlemah negara, seperti kasus Kenya pada 2007. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa di beberapa negara, warga masyarakat berjuang demi mewujudkan pemilu yang bebas, demokratis yang akuntabel, terjaminnya penegakan hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Tentu saja, kita telah mendengar banyak desakan untuk tidak hanya berkutat pada aspek prosedural dan segera menanam benih-benih demokrasi substansial. Namun, aspek substansi mustahil tegak berharkat tanpa prosedur yang berintegritas dan prosedur yang berintegritas menentukan substansi yang bermartabat. Intinya, kedua faktor tersebut saling memperkuat satu sama lain. Meminjam istilah Juan J. Linz dan Alfred Stepan (1996), sebuah negara dapat menjadi negara demokrasi maju ketika negara itu telah menyelenggarakan dua kali pergantian kekuasaan secara damai melalui proses pemilu yang demokratis untuk menandai telah terjadinya konsolidasi demokrasi. Penyelenggaraan pemilu demokratis secara konsisten lebih dari satu kali merupakan cerminan kelangsungan demokrasi yang mapan dan pengembangannya yang semakin berkualitas.
Penyelenggaraan pemilu 2009 memang masih jauh dari sempurna. Akan tetapi, menyelenggarakan pemilu dengan sekitar 172 juta pemilih, 600 ribu TSP, dan berbagai tantangan logistik yang tersebar di negara kepulauan terbesar di dunia ini, bukanlah prestasi kecil. Kini, Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan serius untuk menguatkan konsolidasi demokrasi melalui penyelenggaraan rangkaian pemilukada tahun ini dan pemilu tahun depan.

Komisi Global
Oleh sebab itu, Global Commission on Elections, Democracy and Security (2012) menyusun standar internasional tentang pemilu berintegritas sebagai platform bagi negara-negara demokrasi baru yang bercita-cita untuk lebih terbuka dan bebas. Pemilu yang berintegritas dapat didefinisikan sebagai pemilu yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi universal dan kesetaraan politik sebagaimana tercermin pada standar dan kesepakatan internasional, serta diselenggarakan secara profesional, independen, dan transparan dalam persiapan dan administrasi seluruh siklus pemilu tersebut. Pemilu yang berintegritas merupakan upaya jalan keluar dari diskursus antara demokrasi prosedural dan substansial. Terobosan yang diperkenalkan oleh Komisi Global ini dapat membantu Indonesia dalam menghadapi ratusan pemilukada tahun ini dan persiapan pemilu 2014 mendatang, terutama bagi lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu.
Pertama, membangun rule of law serta penguatan lembaga penyelenggara pemilu yang profesional, independen, transparan, dan selaras dengan prinsip meritokrasi. Tidak kalah penting juga, pemerintah dan DPR wajib memberikan jaminan keuangan dan SDM untuk lembaga penyelenggara pemilu guna memastikan kompetensi dan profesionalisme lembaga. Komisi Global juga mendesak badan-badan internasional untuk menyalurkan bantuan ke lembaga penyelenggara pemilu tanpa mempengaruhi independensi dan kepemilikan pemilu itu sendiri.
Kedua, menyingkirkan segala hambatan—legal, administratif, politik, ekonomi, dan sosial—guna partisipasi politik yang universal dan berkeadilan. Ditambah lagi, pendidikan politik merupakan agenda penting untuk menepis praktik pembelian suara dan penguatan kepemilikan atas demokrasi sehingga apa yang dipertaruhkan jelas dipahami oleh semua.
Ketiga, menciptakan norma-norma kompetisi multipartai yang sehat dan mutual bagi seluruh peserta politik dengan mengatur keuangan politik agar transparan, terkontrol, dan dapat dipertanggungjawabkan di hadapan publik. Dengan pengaturan keuangan politik, maka kita mengembalikan demokrasi pada arti sebenarnya, serta menghindari oligarki-konglomerasi pada demokrasi kita. Hal ini masih menjadi isu krusial tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi negara dengan demokrasi yang lebih mapan, seperti Amerika Serikat.
Melalui prakarsa Komisi Global ini, standar internasional untuk lembaga penyelenggara pemilu di seluruh dunia dapat diterapkan sebagaimana Paris Principle untuk standar Komnas HAM sedunia pada 1990-an. Lembaga penyelenggara pemilu se-dunia dapat menggunakan jejaring internasional untuk saling berbagi pengalaman dan pelajaran penyelenggaraan pemilu untuk   meningkatkan kualitas pemilu.
Akhirnya, pengalaman negara-negara di dunia menunjukkan, ketika dilakukan dengan berintegritas, pemilu sebagai jantung demokrasi mampu memerangi korupsi, memberdayakan perempuan, memberikan layanan kepada masyarakat miskin, meningkatkan tata kelola pemerintahan, dan mengakhiri perang saudara. Bagi daerah di Banten yang akan melaksanakan pilkada, tahun ini seharusnya dapat menjadi berkah untuk memantapkan konsolidasi demokrasi dan mewujudkan demokrasi yang menyejahterakan (democracy that delivers) jika dilakukan dengan berintegritas.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar