Tahun 2013 akan menjadi tahun politik.
Meskipun kalender belum berganti bulan, pemanasan politik sudah dimulai dengan
pengundian nomor parpol peserta pemilu 2014 dan kawin-mawin parpol di musim
hujan ini. Bukan hanya persiapan menjelang pemilu 2014, sebanyak 125 pemilihan
kepala daerah (pilkada) akan digelar tahun ini, terdiri 14 pemilihan gubernur
(pilgub) dan 111 pemilihan bupati/walikota. Pilkada tahun ini di Banten direncanakan
akan digelar di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Lebak, dan Kota
Serang.
Beberapa pihak berpendapat bahwa
ratusan pemilukada tahun ini merupakan ladang pengumpulan amunisi, pemanasan,
dan pemetaan politik menuju pemilu 2014. Pendapat lain mengatakan bahwa ratusan
pemilukada tahun ini akan berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK) lebih banyak
dari tahun sebelumnya. Pada 2012 saja, dari 77 daerah yang melaksanakan
pemilukada, 59 daerah (76,62%) pemilukada disengketakan ke MK (2/1/2013).
Akan tetapi, terlepas dari bagaimana
parpol mendefinisikan ratusan pemilukada tahun ini dan kemungkinan gugatan yang
akan ditangani MK, pemilu sejatinya merupakan pintu gerbang menuju demokrasi
yang lebih matang dan bermartabat dimana aspirasi rakyat seharusnya dapat
disalurkan dengan tepat. Sebagai jantung demokrasi, pemilu juga dipercaya dapat
menjadi katalis untuk tata kelola pemerintahan yang lebih baik, keamanan yang
lebih terjamin, dan pembangunan manusia yang lebih bermartabat (Annan, 2012).
Lebih jauh lagi, selama dua puluh
tahun terakhir, lebih dari lima puluh negara telah mengembangkan demokrasi
tengah berjuang untuk mengkonsolidasikan pemerintahan yang demokratis. Sejak
tahun 2000, tercatat setidaknya sebelas negara di dunia telah mengadakan pemilu
nasional. Praktik tersebut menunjukkan bahwa pemilu dapat meningkatkan
demokrasi; pembangunan, hak asasi manusia, dan keamanan, atau justru malah
semakin memperlemah negara, seperti kasus Kenya pada 2007. Oleh karena itu,
tidak mengherankan bahwa di beberapa negara, warga masyarakat berjuang demi
mewujudkan pemilu yang bebas, demokratis yang akuntabel, terjaminnya penegakan
hukum, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Tentu saja, kita telah mendengar banyak
desakan untuk tidak hanya berkutat pada aspek prosedural dan segera menanam
benih-benih demokrasi substansial. Namun, aspek substansi mustahil tegak
berharkat tanpa prosedur yang berintegritas dan prosedur yang berintegritas
menentukan substansi yang bermartabat. Intinya, kedua faktor tersebut saling
memperkuat satu sama lain. Meminjam istilah Juan J. Linz dan Alfred Stepan
(1996), sebuah negara dapat menjadi negara demokrasi maju ketika negara itu
telah menyelenggarakan dua kali pergantian kekuasaan secara damai melalui
proses pemilu yang demokratis untuk menandai telah terjadinya konsolidasi
demokrasi. Penyelenggaraan pemilu demokratis secara konsisten lebih dari satu
kali merupakan cerminan kelangsungan demokrasi yang mapan dan pengembangannya
yang semakin berkualitas.
Penyelenggaraan
pemilu 2009 memang masih jauh dari sempurna. Akan tetapi, menyelenggarakan
pemilu dengan sekitar 172 juta pemilih, 600 ribu TSP, dan berbagai tantangan
logistik yang tersebar di negara kepulauan terbesar di dunia ini, bukanlah
prestasi kecil. Kini, Indonesia tengah dihadapkan pada tantangan serius untuk
menguatkan konsolidasi demokrasi melalui penyelenggaraan rangkaian pemilukada
tahun ini dan pemilu tahun depan.
Komisi Global
Oleh sebab itu, Global Commission
on Elections, Democracy and Security (2012)
menyusun standar internasional tentang pemilu berintegritas sebagai
platform bagi negara-negara demokrasi baru yang bercita-cita untuk lebih terbuka
dan bebas. Pemilu yang berintegritas dapat didefinisikan sebagai pemilu yang
didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi universal dan kesetaraan politik
sebagaimana tercermin pada standar dan kesepakatan internasional, serta
diselenggarakan secara profesional, independen, dan transparan dalam persiapan
dan administrasi seluruh siklus pemilu tersebut. Pemilu yang berintegritas
merupakan upaya jalan keluar dari diskursus antara demokrasi prosedural dan
substansial. Terobosan yang diperkenalkan oleh Komisi Global ini dapat membantu Indonesia dalam menghadapi
ratusan pemilukada tahun ini dan persiapan pemilu 2014 mendatang, terutama bagi
lembaga penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu.
Pertama, membangun rule of law serta
penguatan lembaga penyelenggara pemilu yang profesional, independen, transparan,
dan selaras dengan prinsip meritokrasi. Tidak kalah penting juga, pemerintah
dan DPR wajib memberikan jaminan keuangan dan SDM untuk lembaga penyelenggara pemilu
guna memastikan kompetensi dan profesionalisme lembaga. Komisi Global juga mendesak badan-badan
internasional untuk menyalurkan bantuan ke lembaga penyelenggara pemilu tanpa
mempengaruhi independensi dan kepemilikan pemilu itu sendiri.
Kedua, menyingkirkan segala
hambatan—legal, administratif, politik, ekonomi, dan sosial—guna partisipasi
politik yang universal dan berkeadilan. Ditambah lagi, pendidikan politik
merupakan agenda penting untuk menepis praktik pembelian suara dan penguatan
kepemilikan atas demokrasi sehingga apa yang dipertaruhkan jelas dipahami oleh
semua.
Ketiga, menciptakan norma-norma
kompetisi multipartai yang sehat dan mutual bagi seluruh peserta politik dengan
mengatur keuangan politik agar transparan, terkontrol, dan dapat
dipertanggungjawabkan di hadapan publik. Dengan pengaturan keuangan politik,
maka kita mengembalikan demokrasi pada arti sebenarnya, serta menghindari
oligarki-konglomerasi pada demokrasi kita. Hal ini masih menjadi isu krusial
tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi negara dengan demokrasi yang lebih
mapan, seperti Amerika Serikat.
Melalui prakarsa Komisi Global ini,
standar internasional untuk lembaga penyelenggara pemilu di seluruh dunia dapat
diterapkan sebagaimana Paris Principle
untuk standar Komnas HAM sedunia pada 1990-an. Lembaga penyelenggara pemilu
se-dunia dapat menggunakan jejaring internasional untuk saling berbagi pengalaman dan pelajaran penyelenggaraan pemilu untuk
meningkatkan kualitas pemilu.
Akhirnya, pengalaman negara-negara di
dunia menunjukkan, ketika dilakukan dengan berintegritas, pemilu sebagai
jantung demokrasi mampu memerangi korupsi, memberdayakan perempuan, memberikan
layanan kepada masyarakat miskin, meningkatkan tata kelola pemerintahan, dan
mengakhiri perang saudara. Bagi daerah di Banten yang akan melaksanakan
pilkada, tahun ini seharusnya dapat menjadi berkah untuk memantapkan
konsolidasi demokrasi dan mewujudkan demokrasi yang menyejahterakan (democracy that delivers) jika dilakukan
dengan berintegritas.***