[dimuat di Radar Banten, 17 Januari 2009]
Tidak pernah penduduk dunia demikian
antusias menyambut pelantikan Presiden Amerika Serikat, selain pelantikan
Barack Hussein Obama sebagai Presiden AS ke-44. Antusiasme pelantikan Presiden
AS pertama keturunan Afrika tersebut tidak hanya semarak di dalam negeri tetapi
juga bermekaran di seluruh penjuru dunia, seolah Obama bukan hanya Presiden AS,
tapi juga Presiden Dunia. Penduduk dunia berharap, perubahan yang dilakukan
oleh Obama di negerinya mampu membawa perubahan di dunia. Obama diharapkan akan
mampu menghadirkan perdamaian di Timur Tengah, terutama Krisis di Gaza yang
telah menelan korban ribuan orang.
Pelantikan Barack Husein Obama sebagai Presiden Amerika Serikat ke-44 |
Bombadir Israel ke Gaza tiada henti
selama 22 hari terakhir mendemonstrasikan kebrutalan Israel, pelanggaran
terhadap pada hukum internasional, ketidakpatuhan pada resolusi PBB, dan
ketidakpedulian pada kecaman internasional. Benarkah Obama dapat menghadirkan
perdamaian di Timur Tengah, terutama Palestina? Dalam tulisan ini terdapat tiga
level analisis yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Bombardir Israel ke Gaza (sumber: BBC) |
Pertama, level aktor rasional. Barrack
Hussein Obama memang memiliki kedekatan emosional dengan dunia muslim dan Arab
dibandingkan dengan Presiden AS sebelumnya. Namun belum tentu hal tersebut
mewujud dalam kebijakan politik luar negerinya. Bagaimana pun Obama adalah
Presiden AS maka prioritas yang harus dikejar dalam kebijakan luar negeri AS
adalah kepentingan nasionalnya (national interest). Ketika Obama
mengkritik kebijakan Bush tentang Irak, bukan berarti Obama cenderung membela
rakyat Irak yang menderita karena kebijakan luar negeri Bush. Bagi Obama,
kebijakan Bush di Irak akan membahayakan keamanan dan kepentingan nasional AS
di Timur Tengah.
Dalam memandang konflik
Israel-Palestina, kebijakan Obama tidak jauh berbeda dibandingkan Bush. Sehari
setelah ditetapkan menjadi calon presiden dari Partai Demokrat awal Juni 2008,
Obama berpidato di AIPAC (American Israel Public Affairs Committee) mengatakan,
"Kita harus mengisolasi Hamas hingga mereka meninggalkan terorisme...
Tidak ada tempat di meja perundingan bagi organisasi teroris. Karena itu saya
menolak kemenangan Hamas pada Pemilu 2006." Obama sama dengan Bush
menggunakan standar ganda dalam memandang kemenangan Hamas pada pemilu
demokratis Palestina 2006. Demokrasi adalah baik jika sesuai dengan kepentingan
AS. Jika tidak sesuai dengan kepentingan AS, maka demokrasi ditolak. Sebulan
setelah itu, Obama merealiasasikan dukungannya dengan mengunjungi Negara
Israel.
AIPAC merupakan organisasi lobi Israel di Amerika Serikat yang sangat berpengaruh |
Ketika kebrutalan Israel merenggut ribuan
korban anak-anak Palestina, komentar Obama dinanti-nanti. Namun Obama menolak
berkomentar dengan alasan belum dilantik sebagai presiden. Padahal ketika aksi
terorisme menguasai Hotel Taj Mahal di Mumbai India akhir tahun lalu, Obama
mengeluarkan statemen yang sangat keras. Obama tidak kunjung berkomentar
tentang Krisis Gaza, bahkan pada pidato pelantikannya tidak sepatah kata pun
tentang Gaza keluar dari mulut Obama. Sementara itu, Israel menghadiahkan
gencatan senjata dan menarik pasukan pada hari pelantikan Obama. Karena itu,
Presiden Iran Ahmadinejad menuding Obama berada dibalik serangan Israel ke
Gaza.
Kedua, level analisis negara, Obama
hanyalah bagian dari sistem politik AS, bukanlah aktor tunggal dalam menentukan
kebijakan luar negeri AS. Kebijakan luar negeri sebuah negara adalah produk
dari politik domestiknya. Penentuan kebijakan luar negeri tidak keluar dari
garis kepentingan nasional. Walau bagaimanapun Obama tetaplah Presiden AS yang
akan memprioritaskan kepentingan domestiknya, terutama di tengah ancaman krisis
finansinal global.
Selain itu, Kongres dikuasai oleh Partai
Demokrat yang merupakan partai pendukung Obama. Partai Demokrat didirikan oleh
Thomas Jefferson dan hingga kini dikenal sebagai penyalur aspirasi dari
kelompok minoritas, seperti kulit hitam, Yahudi, kalangan liberal, pemilih
beragama Katolik, aktivis lingkungan hidup, aktivis wanita, dan LGBT (lesbian,
gay, biseksual, transgender). Kongres yang dikuasai oleh Partai Demokrat
daripada Partai Republik memiliki tarikan yang sangat kuat pada kepentingan
Israel. Kelompok lobi Yahudi pro-Israel akan lebih leluasa menekan dan
meloloskan kepentingannya pada pemerintahan Obama. Walau memang, siapapun yang
menjadi presiden, lobi Israel tidak bisa dihindari.
Lambang Partai Demokrat di AS yang dikenal sebagai partai penyalur aspirasi kelompok minoritas |
Ketiga, level analisis sistem
internasional, terlepas dari siapapun presidennya, AS dihadapkan pada sistem
internasional yang “memaksa” untuk terus mendukung eksistensi Israel dan
menghabisi lawan Israel. Di Timur Tengah, AS dihadapkan pada poros Iran,
Suriah, Hizbullah (Lebanon Selatan), dan Hamas (Palestina) yang tidak mengenal
kompromi dengan Israel dan AS. Sebaliknya AS mengecap mereka dengan sebagai
teroris, ekstrimis, fundamentalis, dan garis keras. Sementara keamanan dan
stabilitas di Afghanistan dan Irak belum kunjung terwujud karena ulah AS
sendiri. Di sisi lain, Mesir dan Arab Saudi sebagai negara Arab sekutu dekat AS
dijangkiti penyakit korupsi dan otoritarianisme kronik yang berkebalikan dengan
demokrasi yang selalu dikampanyekan AS. Satu-satunya pilihan rasional untuk mengamankan
kepentingan nasional AS di Timur Tengah adalah terus mendukung eksistensi
Israel sebagai penyeimbang kekuatan-kekuatan Arab yang terpecah-belah dan
menahan bangkitnya kekuatan-kekuatan baru pasca-Saddam Hussein di Timur Tengah.
Akhirnya, bukan kepada Obama dan AS kita
harus menggantungkan harapan untuk Krisis Gaza dan perdamaian Palestina. Akan
tetapi, tuntutan penyelesaian konflik dan perdamaian Palestina menjadi tanggung
jawab utama bangsa Arab dan umat manusia secara keseluruhan. Dunia memang membutuhkan
sistem internasional yang lebih berkeadilan untuk menjamin perdamaian bagi
seluruh penduduk dunia tanpa terkecuali.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar